Slider

VIDEO

BLOGGING NOTE

KULINER

SEJARAH

ACEH SELATAN

S O S O K

Gallery

» » Cerbung Bag.5 : Kisah Sang Pendekar

Akhirnya Mahiga merasa tak tahan lagi menahan rindu, dengan mengerahkan ilmu lari cepat, tubuhnya meluncur seperti bayangan setan menuju perkampungan.
  
Dengan mengandalkan ilmu meringankan tubuh yang sudah sangat tinggi, mudah saja baginya melompat dari atap rumah keatap rumah yang lain tanpa menimbulkan suara sehingga tidak diketahui oleh warga kampung yang sedang duduk diteras menikmati sinar purnama. Tak lama kemudian dia sudah berada diatas atap rumah sigadis.

Degup jantungnya memacu dengan kencang seakan akan dia akan menemui putri kaisar saja. Lalu dengan gerakan enteng tanpa suara tubuhnya meluncur kebawah dan berdiri didepan jendela kamar sigadis.


Sejenak hatinya ragu, pantaskah dia bertemu gadis itu dengan cara begini ataukah dia harus meminta ijin dari kedua orang tua sigadis agar diperbolehkan menemui anaknya yang jelita itu. Namun hanya sesaat dia meragu lalu dengan mempergunakan ilmu mengirim suara dari jarak jauh, Mahiga mengatakan pada srikandi bahwa dia sekarang berada didepan jendela. Srikandi yang saat itu sedang melamun memikirkan sang pemuda tampan itu terkejut tatkala mendengar suara yang selalu dikaguminya itu bergema ditelinganya.


“ Adik Sri, bulan purnama sangat indahnya, aku ingin menikmati sinar itu denganmu, bersediakah kau menemuiku yang sekarang ada didepan jendela kamarmu...?”.
Suara yang mengiang ditelinganya itu sangat jelas dan dia merasa seoalah sedang bermimpi mendengar suara itu lagi. Sesaat dia mengabaikan suara itu dan menganggap mungkin dia salah mendengar.

Akan tetapi ketika suara itu tidak lagi mendenging ditelinganya, dia jadi penasaran juga. Lalu dengan langkah ragu – ragu dia berjalan ke jendela dan perlahan daun jendela dibuka. Apa yang dilihatnya saat itu hampir saja membuatnya menjerit kegirangan tatkala melihat seorang pemuda tampan yang dirindukan itu sedang menatapnya dengan pandangan yang sulit dijelaskan. Srikandi sesaat tidak mampu berkata – kata.

“ Maafkan aku dik sri karena telah mengganggumu...” Ucap Mahiga pelan. Dan dengan beberapa langkah saja dia sudah berada persis didepan srikandi yang masih terpana tak percaya. Mahiga tersenyum dan dengan sopan dia menyentuh jari telunjuknya ke hidung gadis itu lalu dia menggoda.

“ kenapa dik sri memandangiku seperti melihat hantu...?” seloroh Mahiga sambil menahan tawa. Muka srikandi merona merah dan dengan tersipu Srikandi menjawab.
“ Aku seperti mimpi melihat kanda kembali...”. lalu dia menundukkan mukanya yang merona merah karena jengah dengan ucapannya tersebut seakan telah menampakkan pada sipemuda bahwa dia sangat berharap dapat bertemu lagi.

Mendengar ucapan sang gadis, Mahiga sangat tersentuh apalagi sebutan kanda itu seakan membuat jantungnya hampir meledak saking bahagianya. Dia juga merasa rindu pada gadis ini, dan karena itupula malam ini dia datang kembali dan menjumpai gadis manis yang telah bersemayam dihatinya.
“ Adik Sri, maukah kau menemaniku menikmati bulan purnama itu diatas atap rumahmu...?” tanya Mahiga dengan suara terputus putus saking gugupnya. Mendengar permintaan pemuda itu mata sigadis membeliak indah tak percaya.
“ Apa..?? kanda ingin mengajakku keatas atap? Akan tetapi,...  bagaimana mungkin...” srikandi buru – buru menghentikan ucapannya, karena dia baru ingat bahwa pemuda didepannya itu berilmu tinggi sehingga hal tersebut tidak mustahil dilaksanakan.

Lain halnya dengan Mahiga, ketika dia mendengarkan ucapan si gadis, hatinya sedikit kecewa dan salah sangka.
“ maafkan aku adik sri, memang tak pantas diriku mengajakmu untuk menemaniku memandang rembulan malam ini, maafkan kelancanganku ini adik sri...”. ucap Mahiga dengan lemah.
“ Kanda Mahiga, bukan itu maksudku, aku tadi merasa tak kuat memanjat keatas. Tapi setelah aku menyadari bahwa dirimu yang berilmu tinggi tentu mampu melakukannya dan aku bersedia kanda...”. Jawab srikandi sambil tersenyum manis.

Mahiga bersorak dalam hati dan merasa bahwa harapannya berbalas. 
“ tapi kanda, bagaimana aku naik keatas, sudah pasti akan menimbulkan suara jika aku naik ke atap...”. Tanya srikandi dengan wajah meragu.
“ Hanya ada satu cara adik sri, akan tetapi sebelumnya kau maafkanlah aku jika usulku ini membuatmu marah padaku...”.
“ katakanlah kanda, aku tahu hatimu terlalu baik untuk melakukan sesuatu yang bertentangan dengan sifat seorang pendekar...” jawab srikandi.

Dengan menarik nafas dalam – dalam, Mahiga berkata
“ Adik sri, jika kau tak keberatan, aku akan menggendongmu naik keatas, itupun jika kau percaya padaku..”. sahut Mahiga.

Mendengar itu srikandi sesaat memerah mukanya sesaat kemudian pucat, sungguh dia tak tahu harus bagaimana dengan usul si pemuda pujaannya. Jika cara itu yang dipakai sudah pasti tubuhnya akan dipeluk oleh sipemuda dan membayangkan itu semua, wajahnya semakin merah karena jengah dan malu. Melihat perubahan muka sigadis, Mahiga merasa tidak tega juga.

“ Adik sri, sudahlah... anggap saja usulku tadi tidak pernah terucap oleh bibirku”.
“ Tidak kanda, aku percaya padamu”. Srikandi lalu tertunduk, dengan menggigit bibir dia berkata lagi “ Aku mau untuk kau gendong ke atas, kanda”.

Lirih suara itu meluncur dari bibir yang indah itu akan tetapi sangat jelas terdengar oleh pendengaran Mahiga.
“ Kalau begitu, kau keluarlah adik sri, agar aku bisa menggendongmu naik keatas”. Ujar Mahiga. Tanpa ada keraguan, Srikandi melompat keluar dari jendela dengan dibantu oleh Mahiga sehingga tidak menimbulkan bunyi. Akhirnya Srikandi sudah berada diluar rumah berdiri disamping Mahiga.

Setelah menutup daun jendelanya perlahan tanpa suara, Tangan Mahiga dengan gemetar merengkuh tubuh yang harum itu agar rapat ketubuhnya. Sejenak pemuda itu tak tahu berbuat apa karena terlalu bahagia. Sementara srikandi merasakan tubuhnya melayang layang dengan berjuta rasa. Baru kali ini tubuhnya dipeluk oleh lelaki yang dia kagumi dan dia rindukan sehingga dia hanya mampu memejamkan mata dengan jantung berdebar kencang.

Mahiga akhirnya tersadar juga dari amukan rasa bahagia didada. Tidak boleh ‘ada fiktor diantara kita’ ucap hatinya memperingatkan.
“ Sudah siapkah engkau adik sri...?”. lirih terdengar suara Mahiga ditelinga sigadis. 
Srikandi cuma menganggukan kepalanya, baginya saat ini mulutnya sudah terkunci rapat ditindih oleh rasa bahagia dipeluk oleh sang pujaan. Kemudian sepasang lengannya memeluk leher sipemuda dengan kencang. Tubuhnya terasa lemas oleh luapan kebahagian yang bercampur aduk oleh batas norma.

Sambil mendekap tubuh sigadis, sekali enjot saja Mahiga membawa kekasih hatinya meluncur ke atas atap rumah yang bertingkat dua itu. Srikandi tidak merasakan semua itu karena perasaannya sudah dipenuhi berjuta pesona sehingga ketika sampai diatap, sepasang lengannya itu belum juga dilepasnya dan matanya masih saja dipejamkan seolah olah dia merasa masih didepan jendela kamarnya. Sungguh sebuah pemandangan yang menggairahkan bagi pemuda itu, akan tetapi Mahiga dengan sopan malah berbisik ditelinga sigadis.
“ Adik sri, kita sudah sampai diatas lho...”. .

Srikandi kemudian membuka matanya perlahan, dan dia melihat wajah sipemuda begitu dekat dengan wajahnya, seketika mukanya merona kembali. Mahiga buru – buru menarik wajahnya ke belakang.
“ Kau maafkanlah aku adik sri, aku tak bermaksud...”. Sebenarnya Mahiga ingin mengatakan bahwa dia tidak bermaksud untuk berbuat kurang ajar pada sigadis. Tapi karena jari tangan si gadis sudah memalang bibirnya membuat kata kata itu terputus.
“ Cukup kanda, engkau tidak salah. Hanya saja aku masih merasa bahwa kita masih berada dibawah”. Jawab srikandi dengan jujur sambil tersenyum malu. Jawaban itu membuat Mahiga berlega hati.

Mahiga lalu mengambil tempat duduk disamping sigadis berjarak satu jengkal darinya. Walaupun hatinya masih ingin memeluk tubuh gadis pujaannya itu namun jiwa kependekaran telah melarangnya sehingga dengan sopan dia menjaga jarak.

Sementara itu bulan purnama sedang bersinar dengan megahnya, dan kecantikan bulan tersebut membias diwajah srikandi yang jelita. Tak henti – hentinya Mahiga mencuri pandang pada sigadis dan dia merasa bahwa keindahan bulan itu kalah oleh kejelitaan yang dimiliki srikandi. Dia kagum hingga tanpa sadar terus menatapi wajah manis didepannya.
“ Kanda,...” tiba – tiba suara srikandi mengejutkan Mahiga yang sedang ‘asik’ memandangi wajah jelita itu. memerah wajahnya karena malu.
“ ada apakah adik sri..?” tanya Mahiga dengan kikuk. Srikandi tersenyum manis sekali. Dan masih tetap memandang rembulan itu srikandi kembali berkata.
“ Kanda, lihatlah bulan itu, sinarnya begitu terasa dihatiku saat ini. Aku belum pernah duduk diatap rumah ketika menikmati cahaya bulan, biasanya aku hanya duduk diteras rumah... tapi sekarang, kanda telah mengajakku menikmati semua itu diatas atap. Sungguh aku tak pernah sebahagia ini kanda ”.

Mahiga terharu mendengar pengakuan si gadis. Entah bagaimana Mahiga mulai merasa bahwa gadis itu sangat berarti dalam hidupnya. Ingin sekali dia bersama si gadis menikmati hari dan terus bersamanya. Mahiga sesaat termenung, matanya menatap bulatan rembulan dan berkata
“ Adik sri, akupun merasa sangat bahagia malam ini, sama halnya sepertimu, kau belum pernah merasakan kebahagian seperti yang malam ini kurasakan...”.
“ Kanda, bolehkah aku tau kenapa engkau bisa sebahagia malam ini ??” tanya srikandi sambil menatap lembut pada Mahiga.

Sesaat Mahiga terbungkam tak tahu harus berkata apa. Lalu ditatap wajah jelita didepannya.
“ eh, aku... aku... bahagia karena.... “ dengan tergagap gagap Mahiga berusaha menyelesaikan ucapannya. Dia merasa bingung menjawab karena sudah jelas akan membuka perasaan hatinya dihadapan sigadis . Dia merasa ragu dan takut ditolak.
“ Engkau kenapa kanda...?” kenapa wajahmu pucat...?” dengan penuh rasa khawatir srikandi mendekatkan dirinya dan menatap wajah pemuda didepannya dengan bingung.
Mahiga merasakan tubuh sigadis telah bersentuhan dengan tubuhnya. Jantungnya berdegup kencang.
“ Aku tidak apa apa adik sri, aku hanya malu mengatakannya padamu...”. jawab Mahiga sambil tetap menundukkan wajahnya.

Srikandi pun menundukkan wajahnya seolah – olah sinar rembulan tidak lagi menarik dimata mereka. Gadis itu merasakan debaran jantungnya semakin tak menentu ketika sepasang jarinya digenggam lembut oleh Mahiga, Srikandi hanya memejamkan matanya.
“ kanda... kau kenapakah..?” dengan suara yang lirih gadis itu bertanya.
“ Adik sri, aku... aku... sayang... padamu...”. Mahiga akhirnya berhasil juga mengucapkan kata keramat tersebut.

Srikandi hanya terdiam seribu bahasa. Walaupun bibirnya tidak berkata apa – apa karena saking bahagianya, namun jemari tangan yang digenggam oleh Mahiga itu bereaksi positif. Jemari tangan yang lembut itu sudah membalas genggaman tangannya. Betapapun hati pemuda itu berbunga bunga atas pengakuan sang gadis tapi dia ingin kepastian.
“ adik sri, engkau belum menjawab pengakuanku, apakah engkau juga sayang padaku...?”. bisik Mahiga ketelinga sigadis yang saat ini sangat dekat ditubuhnya. Dengan senyum malu – malu srikandi menganggukkan kepala lalu membenamkan wajahnya didada bidang sipemuda. Dengan penuh rasa cinta, Mahiga menghadiahkan sebuah kecupan yang lembut dikening sigadis jelita itu. Srikandi hanya melenguh pasrah.

Dengan luapan rasa bahagia, sepasang kekasih itu berpelukan diatas atap dan disaksikan oleh bulan purnama mereka bertekad akan melanjutkan jalinan cinta itu kepelaminan.

Hubungan mereka itu ternyata mendapat restu yang baik dari orang tua sigadis, mereka bukan tidak tahu betapa setiap malam pemuda itu telah membawa anak gadisnya ‘kongkow’ diatas atap, mereka sengaja membiarkan pendekatan ‘alamiah’ itu berlangsung karena mereka juga sangat ingin mempunyai mantu seorang yang sakti dan berbudi seperti Mahiga.

Sudah banyak pemuda yang datang hendak meminang anak gadisnya dulu, akan tetapi hatinya tidak pernah merasa cocok dengan sifat dan kelakuan pemuda yang hendak maminang itu walaupun berasal dari kalangan bangsawan dan orang kaya dia tidak tertarik.

Sebagai orang tua yang sudah berpengalaman, matanya masih lihay menilai sifat manusia dari mata yang bersangkutan. Itulah sebabnya hingga berumur 18 tahun, srikandi masih menjomblo. Walaupun ada semacam keresahan menghinggapi perasaan mereka karena takut tidak akan mendapat mantu namun setelah bertemu dengan Mahiga alias si Pedang Malaikat ketika mengembalikan anak gadisnya yang sempat diculik oleh tokoh sesat dulu, dalam hati mereka sudah setuju apabila tuan penolong itu menjadi suami dari anak gadis mereka.

Benarkah Mahiga bermaksud menikahi Srikandi? Silahkan baca kelanjutannya pada bagian Akhir Kisah Sang Pendekar.

SETELAH MEMBACA ARTIKEL DIATAS, BAGAIMANA PENDAPATMU..

«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama

4 >>Komentar :

  1. nice :)
    saya senang mengikuti postingan anda
    postingan yang menarik .

    salam kenal yya dan sempatkan mampir ke
    website kami.

    BalasHapus
  2. i love ur post, keep share^^
    mampir balik ke website kami yaa...

    BalasHapus

Silahkan Beri Tanggapanmu Tentang Post diatas ^_^