Slider

VIDEO

BLOGGING NOTE

KULINER

SEJARAH

ACEH SELATAN

S O S O K

Gallery

» » Cerbung Bag.4: Kisah Sang Pendekar

“ Pada bagian terdahulu diceritakan tentang kehadiran Mahiga dinegeri Sakura. Diperjalanan dia telah melabrak dua orang begundal yang sedang menganiaya seorang bapak tua. Seketika dia menolong dan mengusir begundal itu pergi. Siapakah bapak tua itu dan bagaimana kah sebenarnya keadaan dusun mereka. Mari kita baca lanjutannya”.

Mahiga cuma tersenyum, lalu memapah pak tua itu berdiri. Walaupun dengan lutut gemetar, pak tua itu segera membungkukkan badan di depan Mahiga sambil mengucapkan sesuatu.

Kembali Mahiga terlongong bodoh karena tidak memahami bahasa daerah yang digunakan oleh pak tua itu. Dengan terpaksa Mahiga menggamit bahu pak tua agar tidak lagi membungkukkan badan didepannya lagi. Dengan bahasa isyarat, Mahiga menjelaskan bahwa dia tidak paham dengan bahasa yang digunakan pak tua itu. Syukurlah pak tua itu memahaminya. Lalu dengan bahasa isyarat juga pak tua itu mengucapkan terima kasih karena telah membebaskan dia dari perampok tadi.

Pak tua itu pun mengenalkan namanya yakni Himasato dan putrinya bernama Mayumi. Dengan baik Himasato dan putri nya menerima Mahiga sebagai tamu dan diperlakukan dengan istimewa. Sesekali Mahiga mencuri pandang ke wajah mayumi yang putih manis khas putri jepon itu ddalam hatinya berkata, pantas saja diincar oleh perampok karena memang cantik dan menggiurkan mata.

Namun sebagai seorang pendekar buru – buru dia kembali bercakap – cakap dengan himasato dengan menggunakan bahasa isyarat. Mahiga sedikit banyak mengetahui bahwa diperkampungan itu sekarang tidak aman lagi semenjak seorang datuk dunia hitam mendirikan benteng tak jauh dari perkampungan warga. Datuk itu menamakan dirinya Ksatria lembah siluman. Dia mempunyai kaki tangan yang cara kerjanya sangat kejam. Sedikit sedikit main pukul sehingga hampir semua warga didaerah itu sudah merasakan pukulan dan terjangan mereka. Begitulah, banyak pula anak gadis yang diculik dan harta penduduk juga banyak yang dirampas.

Penduduk sudah ada yang melaporkan kejahatan itu ke pihak berwajib, namun karena lokasi perkampungan yang jauh dari kota, lambat lah berita itu sampai dan diperhatikan oleh pejabat disana.

Walaupun tujuan Mahiga ke negeri Jepon itu bukan karena hendak memusuhi dedengkot bandit itu, akan tetapi setelah mendengar cerita dari Himasato dan sudah melihat sendiri kebrutalan begundal perampok itu, Mahiga lalu menyanggupi akan memusnahkan perampok itu. Himasato dan mayumi sangat gembira dengan tekat tamunya lalu sambil minum arak himasato membeberkan lokasi benteng bandit itu.

Malamnya, tak mudah bagi Mahiga untuk menggempur benteng bandit itu sendirian. Karena sudah mendapat penjelasan dari himasato tentang situasi didalam benteng dan juga mendapat keterangan yang jelas dimana kamar tidur si bandit, akhirnya Mahiga memutuskan untuk segera saja menjumpai pemilik benteng dan menggempurnya sekalian. Dengan ilmu meringankan tubuh yang sudah sangat tinggi, Mahiga melesat seperti bayangan hantu melompati benteng dan menyelinap diantara bangunan – bangunan yang terjaga oleh beberapa kaki tangan si bandit.

Telinganya yang tajam mendengar percakapan dari para centeng yang berjaga, namun karena tidak mengetahui artinya apa, dia kemudian tak menghiraukan lagi. Lalu kembali tubuhnya berkelebat menuju bangunan besar ditengah benteng. Kebetulan didepan rumah besar itu berdiri sebuah pohon besar sehingga memudahkan dirinya menyelinap diantara kerimbunan pohon itu untuk mengintai.

Terlihat beberapa penjaga berjalan hilir mudik disekitar rumah besar itu. Kalau ditilik dari penampilan para penjaga, mereka sudah dibekali oleh ilmu silat yang cukup kuat apalagi dipunggung mereka itu terdapat pedang pendek yang biasa disebut katana di negeri ini dan dia harus berhati – hati. Mahiga cukup sabar menunggu kelengahan pihak lawan sebelum memasuki rumah besar itu. Apalagi pihak lawan sama sekali tidak pernah menyadari benteng mereka telah dimasuki penyusup yang lihay sehingga pengamanan tidak begitu ketat banyak dari mereka itu asyik bermain kartu dan minum arak. Mahiga masih sabar mendekam diatas pohon sambil terus memikirkan cara terbaik untuk masuk kerumah besar tersebut. 

Tidak berapa lama kemudian sebuah senyum lega tersungging dibibirnya. Begitu kentongan ketiga berbunyi, Mahiga mengerahkan segenap ilmu meringankan tubuhnya untuk melesat ke rumah gembong bandit itu. Sewaktu tubuhnya berkelebat tadi beberapa centeng seperti melihat ada bayangan yang lewat, namun karena saking cepatnya tubuh Mahiga bergerak akhirnya para centeng merasa bahwa mereka semua sudah salah lihat.

Karena ilmu meringankan tubuhnya sudah tinggi sekali, Mahiga sekarang sudah berada didalam rumah sigembong rampok. Dia masih mendekam diam tak bergerak, nafasnya pun sangat halus dan seandainya datuk penghuni rumah ini mempunyai tenaga dalam tinggipun tak juga mampu mendeteksi adanya penyusup yang masuk.

Setelah merasakan bahwa keadaan memungkinkan untuk bergerak, Mahiga kembali mengandalkan ilmu meringankan tubuhnya untuk melesat kearah kamar. Samar – samar dia mendengar suara lelaki sedang berbicara didalam, dan juga ada suara wanita yang merintih rintih. Sudah tentu mereka inilah gadis muda yang diculik oleh gerombolan benteng ini. Kalau menuruti rasa marah, mungkin Mahiga sudah mendobrak pintu kamar itu sejak tadi.

Namun Mahiga tidak ingin membuat rencananya kacau, sehingga dia bergerak dengan perhitungan yang matang. Dengan beringsut tanpa menimbulkan suara, perlahan lahan tubuhnya melesat keloteng dan dari situ dia membuat lobang kecil untuk mengintai kedalam kamar.

Mahiga sejenak memerah mukanya karena menyaksikan perempuan didalam kamar yang tanpa pakaian. Ada empat wanita muda sedang berdiri dan keadaan mereka sama sekali tanpa pakaian. Sementara itu mata Mahiga kembali menjelajahi isi kamar dan sesaat kemudian dia melihat seorang lelaki tinggi besar sedang berbicara dengan tangannya sendiri. Lelaki itu berambut dikuncir, alisnya tebal dan matanya yang sipit itu membayangkan kekejaman dan kelicikan. Inilah sosok yang berjuluk Ksatria Lembah Siluman itu. Namun Mahiga heran dengan perbuatan sigembong rampok.

Kenapa dia bicara dengan tangannya sendiri? Padahal wanita didepannya itu bukanlah orang yang bisu. Selagi masih terlongong, dilihatnya tangan si gembong rampok itu meletakkan sebuah benda dari tangannya tadi di meja. Mahiga dengan penasaran menajamkan matanya memperhatikan benda yang dimeja. Hanya sekepalan tangan, agak petak dan berwarna hitam. Hmm.... apakah itu adalah senjata mustika si gembong ini? Mahiga masih terus bertanya tanya dalam hati.

Penantian Mahiga akhirnya berbuah manis. Terdengar suara menguap dari mulut lelaki tinggi besar itu. Tangannya melambai pada keempat wanita muda itu supaya naik keranjang. Dengan serempak disertai rasa takut wanita wanita itu segera menghambur kedalam pelukan gembong rampok yang berjuluk ksatria lembah siluman. Selanjutnya terpaksa Mahiga mengalihkan pandangannya dari dalam kamar karena jengah dan muak melihat perbuatan yang mereka lakukan.

Dengan beringsut menjauh, dia kembali turun dan sekarang sudah berada didepan pintu kamar. Telinganya mendengar kentongan keempat telah berbunyi, dan dia merasa itulah waktu yang tepat untuk beraksi. Lalu....
“ Braaaakkkk...!!!” Sekali pukul pintu kamar roboh. Sebelum para wanita sempat menjerit, Mahiga menyambitkan batu kerikil yang sudah dipersiapkan sebagai senjata rahasia untuk menotok diam urat tidur mereka. Serentak empat butir kerikil itu meluncur pesat menuju sasaran sehingga sebelum sempat bersuara mereka sudah roboh tertidur.

Ksatria Lembah Siluman mimpipun tidak menyangka bahwa ada musuh yang berhasil masuk kesarangnya tanpa diketahui oleh penjaga. Bergegas dia mengenakan celana dan membentak keras. Tapi karena Mahiga tidak mengetahui apa maksud kata – kata si bandit itu, dia hanya menggerakkan jarinya keleher sendiri seolah berkata “ Kau harus mati”.

Karuan saja gembong bandit itu naik darah. Dengan sebat dia mengambil senjatanya yang berbentuk samurai lalu secepat kilat menerjang ketubuh Mahiga. Kaget betul Mahiga melihat kecepatan musuh yang sudah mengurungnya dengan sabetan, tusukan dan tebasan samurai. Seketika Mahiga merasakan hawa dingin mengurungnya. Sambil menggertakkan gigi Mahiga mengerahkan tenaga panas dalam tubuhnya agar hawa pedang yang membekukan itu sirap.

Pertarungan sengitpun terjadi didalam kamar yang luas dan mewah itu. Karena dinding kamar yang tebal dan serba tertutup maka suara hingar bingar akibat pertempuran didalam tidak begitu jelas didengar oleh para centeng yang sudah setengah teler kebanyakan minum arak.

Mahiga merasakan bahwa pihak lawan sangatlah tangguh dan ilmu pedang nya pun sedikit aneh. Mahiga belum berkesempatan untuk mencabut pedang naga yang tersimpan dibalik punggung pakaiannya karena masih dikurung terus oleh pedang samurai lawan.

Untunglah ilmu meringankan tubuhnya kembali menolong setiap geraknya dalam menghadapi serbuan pedang yang seperti topan prahara itu. Dalam sepuluh jurus dia terkurung oleh samurai lawan tanpa mampu membalas sehingga keringat dingin sempat pula keluar dari kulitnya. Ketika pedang lawan kembali menebas kearah pinggangnya, Mahiga lalu membuat gerakan melenting sambil berputar kemudian sebelah tangannya melepaskan pukulan “dewa murka menerpa karang” yang ampuh itu ketubuh lawan.

Ksatria Lembah Siluman berteriak kaget lalu buru buru melompat kesamping. Setelah melihat pukulan dahsyat tadi mau tidak mau terpaksa juga si bandit itu membatalkan serangan pedangnya yang hampir menyentuh tubuh lawan. Mahiga tidak menyia - nyiakan kesempatan tersebut, segera tangannya mencabut pedang, berbarengan dengan tercabutnya pedang secercah cahaya menyilaukan berwarna merah membayang dibadan pedang sehingga nampak angker.

Agak terkesiap juga si bandit melihat pedang yang tergenggam ditangan Mahiga. Dalam hatinya mengakui bahwa pedang lawan adalah pedang mustika yang kuat pengaruhnya. Namun dia buru – buru memantapkan hatinya kembali, bahwa pedang samurainya lah yang terbaik. Kemudian si Bandit itu kembali bersiap untuk menyerang, pedang samurai sudah tergetar karena aliran tenaga dalam. Namun Mahiga tidak mau membuang waktu lagi, dia langsung menyerang dengan jurus dari kitab pedang dewa sehingga gembong rampok itu kelabakan menghindar kesana kemari. Baginya jurus yang dikeluarkan oleh lawan sangat aneh dan tidak bisa diikuti kembangannya sehingga beberapa gebrakan tadi dia sudah tersudut.

Mahiga bukan tidak mengetahui kesukaran musuh, itulah yang diharapkannya apabila fikiran musuh sudah kalut dan panik akan mudahlah baginya untuk merobohkan. Dengan penuh semangat Mahiga terus menyerang lawannya dengan kombinasi ilmu pedang dewa, pedang naga menggaung laksana badai dan lambat laun ksatria lembah siluman terdesak karena sudah merasa tidak sanggup lagi, dia kemudian mengerahkan tenaga terakhir bermaksud untuk mengadu nyawa dengan lawan. Dengan teriakan dahsyat gembong iblis menerjang dengan kalap kearah Mahiga, Luar biasa sekali hawa dingin yang menyertai amukan pedang tersebut.

Walaupun sesaat Mahiga sempat tergontai karena dahsyatnya angin serangan lawan, tapi dia sudah jelas tidak mau mengadu nyawa dengan musuh, dengan menggunakan jurus “ dewa pedang naik kelangit “ Mahiga melontarkan tubuhnya ke atas lalu dilanjutkan dengan gerakan manis dari jurus “ dewa pedang menikam gunung “ pedang yang tergenggam ditangannya itu menukik tajam dengan kecepatan tinggi sehingga tidak mampu dielakkan lagi oleh gembong bandit.
“ Cleeppp...”
“ Akhh...”

Dengan tepat ujung pedang menghujam bahu kiri si gembong rampok itu langsung menyusup kearah jantung. Seketika nyawa ksatria lembah siluman itu tercabut dengan sukses.

Mahiga bernafas lega, bukanlah pertarungan yang mudah untuk mengalahkan gembong bandit tanah jepon ini. Setelah mengembalikan kebugaran tubuhnya, Mahiga lalu menatap benda yang berada dimeja. Walaupun dipembaringan terdapat empat wanita muda yang telanjang dan masih tertotok akan tetapi matanya tidak berani menoleh ke atas pembaringan.

Dengan langkah mantap dia berjalan menuju meja dan dengan hati – hati jarinya menggenggam barang tersebut, tertulis “nokia” di situ. Tapi mana dia mengerti semua tulisan itu. Lalu setelah dirasa tidak berbahaya, barang itu kemudian dimasukkan kesaku pakaiannya untuk menyelediki rahasia apa yang tersembunyi dalam benda aneh itu. Tak lama kemudian Mahiga pun berkelebat lenyap dari bangunan utama komplotan rampok yang dikepalai oleh ksatria lembah siluman.

Setelah melaporkan pada himasato tentang terbunuhnya dedengkot rampok itu, Mahiga kemudian berpamitan untuk melanjutkan perjalanannya menuju lereng gunung fuji dimana sudah menanti seorang jago pedang tanah jepon yang sudah mengundurkan diri dari dunia persilatan.

Berita kematian gembong rampok yang sudah meresahkan itu disambut bahagia oleh warga yang selama ini menjadi sasaran keganasan komplotan itu. Kebetulan sore itu pasukan dari pemerintah sampai di perkampungan himasato, setelah berkoordinasi pasukan kerajaan itu dibantu oleh rakyat berbondong – bondong menyerbu ke benteng yang sudah ditinggal mati ketuanya.

Para centeng dan jagoan benteng pada mulanya bertempur mati-matian namun karena tidak lama kemudian terdengar teriakan dari kawan mereka yang mengatakan ketua sudah tewas, semangat tempur merekapun lenyap. Dengan susah payah mereka mencari jalan untuk melarikan diri, ada yang lolos dan banyak juga yang tertangkap. Benteng tersebut akhirnya dihancurkan oleh rakyat. Harta benda yang ada didalamnya dibagi – bagikan oleh Himasato secara adil pada rakyatnya.

Akhirnya , kehidupan masyarakat kembali normal dan mereka sangat berterima kasih pada seorang pemuda asing yang telah membunuh mati pemimpin rampok itu sehingga dapatlah mereka membasmi keberadaan benteng itu. Kedatangan Mahiga ke negeri jepon itu pun membawa berkah karena orang tua aneh penghuni lereng gunung fuji itu menghadiahkan sebuah jurus ilmu pedang sakti khas negeri sakura yang bernama “ jurus pedang matahari”. Karena hawa pedang naga sama pembawaannya dengan sifat pedang matahari itu, mudahlah baginya untuk menekuni hingga selesai.

Itulah pengalamannya dinegeri sakura, Mahiga kembali menghela nafas, hatinya resah kenapa barang yang ditangannya kembali berbunyi. Pertanda apakah gerangan yang akan terjadi, demikianlah yang berkecamuk dalam fikirannya. Ah sudahlah, fikirnya. Daripada pusing kepala lebih baik dia bernostalgia kembali dimasa mudanya yang penuh dengan gairah dimana beberapa hari setelah perjumpaannya dengan Srikandi telah membuat hatinya seringkali dilanda rindu pada senyum tawa srikandi yang merdu.

Malam itu bulan purnama, dimalam yang gelap itu kehadiran bulan purnama yang terang akan membuat suasana begitu indah. Mahiga menatap bulan itu dari sebuah pondok kecil ditepi hutan. Setelah mengantar gadis itu pulang kerumah orangtua, Mahiga sengaja tidak berkelana jauh kedaerah lain. Kehadiran gadis itu membuat hatinya bahagia sehingga dia tidak tega pergi jauh seakan dia khawatir sewaktu – waktu para perampok menyerang desa itu dan menculik gadis impiannya.

Walaupun orang tua sigadis telah menawarkan sebuah kamar untuk ditempati untuk sementara waktu sebagai tanda terimakasih mereka karena telah menyelamatkan anak gadisnya, akan tetapi demi menjaga nama baik tuan rumah dimata masyarakat, Mahiga menolaknya dengan halus dan tetap akan melakukan perjalanan kembali menjalankan tugasnya sebagai pendekar.

Dengan berat hati dan disertai tangisan sedih, Srikandi melepas kepergian pemuda itu dengan hati pilu. Dia sudah tertarik pada pemuda karena sikap dan sifatnya yang baik dan merendah. Begitupun orang tua si gadis yang merasa sayang melepas kepergian pemuda itu, karena mereka suka dan bermaksud menjadikan jodoh buat anaknya. Seorang pemuda yang tampan, baik budi dan berilmu silat tinggi sehingga akan mampu menjaga keamanan keluarganya dan juga kampung yang dipimpinnya.

Alangkah bangganya dia apabila mantunya menjadi pahlawan dikampung itu. Itulah sebabnya ketika Mahiga mengatakan akan melanjutkan pengembaraannya, orang tua si gadis cepat – cepat menahannya dan menawarkan untuk menginap beberapa hari sehingga ada waktu bagi putrinya untuk mengenal lebih dekat diri pendekar muda itu. Namun Mahiga menolaknya sehingga walaupun berat, terpaksa juga Ki Wiguno dan istrinya melepas kepergian pemuda itu.

Mahiga masih memandang indahnya rembulan, bayangan srikandi menari nari dipelupuk matanya. Sebuah wajah yang lembut, putih dan jelita itu seakan akan memanggilnya untuk segera berjumpa dan berdua menikmati malam. Berkali – kali Mahiga menepiskan keinginan untuk menjumpai srikandi karena dia merasa tidak enak hati terhadap orangtua sigadis yang sangat baik dan menghormatinya. Akan tetapi, semakin dia menepis keinginan itu semakin kuat pula rindunya memanggil untuk menjumpai sigadis.

Bagaimanakah kisah selanjutnya simak terus lanjutannya di Kisah Sang Pendekar bag ke 5.

SETELAH MEMBACA ARTIKEL DIATAS, BAGAIMANA PENDAPATMU..

«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama

10 >>Komentar :

  1. i love ur post, keep share^^
    mampir balik ke website kami yaa...

    BalasHapus
  2. nice :)
    saya senang mengikuti postingan anda
    postingan yang menarik .

    salam kenal yya dan sempatkan mampir ke
    website kami.

    BalasHapus
  3. gak rugi dah mampir baca,
    cz jadi tau deh sekarang

    BalasHapus
  4. @hajarabis OK deh, segera akan mampir kesana, trims udah baca....

    BalasHapus
  5. @bisnis tiket pesawat hehehe... trims deh kalau begitu sob, sangat memotivasi saya tentunya

    BalasHapus
  6. @udin
    Gak ada hubungannya dengan tema tulisan saya...

    BalasHapus
  7. Ada foto Mayuminya tidak mas

    he.. he..
    BTW untuk membuat efek zoom pada gambar saya mencari tutorial dengan kata kunci efek zoom gambar pada blogspot. semoga menemukan tutorialnnya

    BalasHapus
  8. @Citrosblog Saking ayu nya si mayumi ntu kang, fotonya sukses dipasaran. tak tersisa satupun, wkwkwk...

    BalasHapus

Silahkan Beri Tanggapanmu Tentang Post diatas ^_^