Mengenang tahun - tahun yang lalu, disebuah kampung terpencil dikaki Bukit Barisan. Kampung nan elok dan tenang, tempatku melewatkan sebagian masa kecil bersama Uwak yang begitu memanjakanku. Masa kecil dikampung itu tak kan pernah terlupakan karena kasih sayang Uwak yang 'berlebih' padaku.
Uwak adalah pribadi sederhana yang menghidupi istri dan 4 anaknya dengan bertani dan berkebun dilereng Bukit Barisan yang subur rimbun. Dari pekerjaan inilah sepupuku (anaknya) bisa mengenyam pendidikan hingga sarjana. Aku sering dibawanya ke kebun, terkadang aku didudukkannya diatas kerbau "sijagad" yang berbulu kemerahan jika akan ke sawah. Masih jelas diingatanku bagaimana uwak harus mengotorkan pakaiannya karena mengangkatku yang terperosok kedalam kolam diareal sawah.
Selama menghabiskan sebagian masa kecilku dikampung uwak yang juga merupakan tempat ayahku dilahirkan, aku merasa betah karena semua warga kampung dilereng bukit barisan itu menyukaiku dan sering menggendongku dipunggung mereka sambil tertawa. Walaupun bahasa mereka banyak yang tak kupahami namun mereka ramah sekali, apalagi anak tertua uwakku yang sering kupanggil Dak Ola (Bang Ola), dia paling sering membawaku bermain sepakbola dihalaman rumah uwak yang luas. Sementara anak kedua Uwak yang kupanggil Dak Ayub, paling sering membuatkan mainan mobil dari pelepah rumbiya. Jika sudah bersama Dak Ayub, aku pasti disuruh ikut membawa pelepah rumbiya yang kami ambil dari pinggir kampung ke rumah. Uwak sering memarahi Dak Ayub yang membawaku ke pinggir kampung karena menurut cerita, dihutan rumbiya itu banyak warga yang 'marampot' atau terkena penyakit yang disebabkan oleh makhluk halus. Makanya Uwak sudah berkali - kali menasehati dan melarang supaya nanti jika Dak Ayub mengajak kesana, aku gak boleh lagi ikut.
Saat itu umurku masih 7 - 8 tahun, dimana aku pada masa tersebut sudah besar rasa ingin tahu terhadap sesuatu sehingga pesan Uwak kerap tak kuhiraukan. Sementara Dak Ola dan Dak Ayub pun selalu ingin mengajakku bersama mereka. Melihat itu, Uwak Beru ( Uwak perempuan ) hanya bisa menasehati saja disaat akan meninggalkan rumah menuju kebun yang terletak diseberang sungai Melang.
Uwak adalah kakak tertua dari ayahku, Keluarga Muan (kakek) semuanya laki - laki berjumlah tujuh orang, uwak yang paling tua dan ayahku anak ke enam. Lima orang saudara ayahku bertempat tinggal dikampung ini yang terletak di desa Lawe Sawah, Kecamatan Kluet Timur Aceh Selatan. Dikampung ini, bahasa mayoritas adalah bahasa Keluwat, (mirip bahasa gayo dan alas). Lalu Ayahku tinggal dikampung ibuku di desa Suaq Bakung, Kluet Selatan yang notabene berbahasa Aneuk Jamee. Sementara Adik Ayahku, Apun Saleh ( Paman Saleh) telah menetap di Singapura sejak masih lajang.
Menurut cerita, Muan (kakek) ku selama hidup mempunyai kerbau yang banyak dan sawah yang luas sehingga jika dibagikan kepada tujuh anaknya akan lebih daripada cukup. Namun karena hidup didusun terpencil, rumah Muan tidak pernah dibeton atau dipermak semen. Muan dan Endik (nenek) merasa nyaman dengan rumah panggung berdinding papan dan beratap daun rumbiya. Aku suka dirumah Muan dan Endik karena adem, dan Uwakku sering menemukanku tertidur pulas di depan pintu rumah Muan. Muan Meninggal dunia disaat umurku 7 Tahun, sementara Endik, meninggal disaat aku sudah menamatkan bangku kuliah. Endik meninggal di umur 105 Tahun.
Masa kecil dikampung Ayah masih jelas kuingat. Dikampung ini aku belajar berbahasa keluwat, belajar menjadi petani dan belajar menjadi perambah hutan. Uwak sering memperlihatkan kemampuannya kepadaku supaya aku harus menirunya dan setelah dewasa nanti aku tidak melupakan akar leluhurku yang berasal dari petani itu. Begitu banyak yang diajarkan Uwak padaku, dan sudah sangat banyak perhatian uwak yang dilimpahkannya padaku sehingga aku sangat sayang padanya. Dikeluarga besar ayahku, Uwak orang kedua yang paling dekat. Setiap pulang kampung, aku selalu mengunjungi uwak dan menginap dirumahnya untuk melepas kangen.
Tadi, aku mendapat kabar dari Ayah, bahwa Uwak sudah berpulang ke Rahmatullah. Uwak sudah meninggalkan kami semua untuk selamanya. Beliau tak akan kutemui lagi nanti disaat aku pulang kesana, kekampung tempat ayahku dilahirkan. Aku sangat kehilangan sosok yang pernah sangat dekat denganku. Aku hanya terpaku disaat Ayah mengabarkan bahwa Uwak sudah meninggal, aku merasakan suara ayah bergetar. Aku tahu bahwa ayah tidak ingin hatiku terpukul dengan musibah ini. Tapi, aku juga tahu diriku ini tetaplah manusia yang berperasaan. Aku sedih dan menangis juga karena aku manusia. Kesedihanku memang beralasan, aku jauh dari kampung, dan tak bisa untuk pulang melihat wajah terakhir Uwak sebelum dikuburkan.
Selamat Jalan Uwak, Anakmu akan slalu mengenang semua kebersamaan kita dulu. Semoga Allah menempatkan dirimu disisi para syuhada. Aamiin...
ikut berduka cita ya pa'e..smg arwah beliau mndpt tempat terindah disisi NYA. aamiin
BalasHapusyg tabah yaaa.... :-(
semoga amalnya diterima Allah
BalasHapusInnalillahi wa innailaihi rojiun
BalasHapusSemoga semua amal ibadah uwak diterima Allah. Amin.
Semoga Arwan beliau diterima di sisiNya amin
BalasHapusSemoga arwah beliau diterima disisi Nya...Aamiin
BalasHapusInna lillahi wa inna ilaihi raji'un
BalasHapusturut berduka cita yaa semoga amal ibadah beliau d terima diisisi Allah SWT amin
BalasHapus