Haji Balun

Foto diperankan oleh model

Lelaki tua keluar dari pekarangan meunasah (surau). Melihat penampilannya saat itu mungkin orang – orang akan menganggapnya sebagai seorang yang bergelar haji karena pria ini memakai sebuah lobe/peci bulat dikepalanya dan sehelai kain melingkar dilehernya hingga ke sisi dada. Dengan penampilan tersebut walaupun lusuh dan sudah berubah warna dia tetap dihormati oleh orang yang berlalu lalang sambil mengucapkan salam dan ada pula yang berjabat tangan. Siapakah gerangan lelaki tua itu...?

Kami menyebutnya dengan gelar Haji Balun.  Itu bukan sebuah nama sahabatku, itu hanya gelar yang kami berikan padanya. Kata “haji” adalah sebutan bagi seseorang yang sudah menunaikan panggilan ka’bah beserta rukun – rukunnya, orang yang seperti itu pantas dipanggil dengan pak haji terlepas dari tingkah lakunya setelah berhaji dalam mayarakat. Lalu, apa pula artinya kata “Balun” itu? Kata “balun” adalah sebuah bahasa daerahku di bagian selatan aceh. Mungkin ada kemiripan dengan bahasa padang di pariaman yang bermakna “belum”. Haji Balun berarti seseorang belum melaksanakan haji namun tingkah lakunya seperti seorang haji. Kami menjulukinya seperti bukan tanpa alasan, sebab yang kami tau lelaki ini memang alim dan menguasai hadist dan tafsir sehingga tak jarang aku dan beberapa teman sengaja duduk bersamanya diteras meunasah setelah shalat maghrib guna bertanya ini dan itu, apalagi kebiasaannya selalu menggunakan kopiah bulat alias lobe berwarna putih yang sering disebut dengan kopiah haji sehingga gelar haji balun cocok disandangnya.

Menurut cerita, si haji balun ini sudah berencana untuk naik haji beberapa tahun yang lalu dengan istrinya. Namun akibat peristiwa tsunami tahun 2004, harta dan keluarganya habis ditelan air bah itu dan hanya dia yang selamat. Karena sudah tidak mempunyai apa – apa lagi, maka dia membaktikan diri sebagai penjaga meunasah dan tinggal dikamar belakang meunasah. Sejak kehadirannya, jadwal shalat dan azan kembali teratur dan kami tidak kesulitan lagi menentukan siapa imam yang pas ketika shalat berjama’ah. Dengan bacaan yang lancar lalu dengan keindahan irama sewaktu melantunkan al fatihah membuat para jama’ah merasa suka pada sosok lelaki tua ini. Kami sangat bersyukur akan kehadirannya dikampung kami, walaupun jarang keluar tapi senyum ramahnya sering menyapa kami dan jama’ah lainnya tatkala bertemu di meunasah untuk shalat.

Walaupun keadaannya hanya sebatang kara didunia dan hidupnya pun tidak begitu bagus, lelaki tua ini tetap gembira dan selalu ramah kepada kami. Pernah kutanyakan dengan iseng padanya kenapa dia senantiasa gembira padahal untuk makan saja sulit. Dia menjawab bahwa ada Allah yang membuat perutnya selalu kenyang walaupun jarang makan dan ada Allah juga yang selalu mencukupi kebutuhan hidupnya selama ini.

Subhanallah...,Tidak salahkan jika kami menjulukinya sebagai Haji Balun?  bagaimana menurut sahabat?